Kamis, 23 Februari 2012

Review Film Malaikat Tanpa Sayap

Hari Minggu kemaren abis nonton film Malaikat Tanpa Sayap. Salah satu film teranyar anak negeri yang akhir-akhir ini gencar banget muncul di iklan TV. Biasanya aku malas banget nonton film-film buatan dalam negeri. Rada rugi rasanya bela-belain ke bioskop cuma buat nonton film yang kita udah bisa tebak endingnya seperti apa, belom lagi kualitasnya yang serba nanggung. Cuma karena ga ada pilihan lain, terpaksa milih buat nonton Malaikat Tanpa Sayap, berharap bakal bagus banget soalnya dibintangi sama Surya Saputra yang udah ketahuan kualitas aktingnya.

Harus diakui ni film emang lumayan bagus. Mampu menguras emosi dan airmata. Aku dan teman-temanku sampe nangis berkali-kali saking terhanyut oleh alur ceritanya...:p. Ga cuma aku dan teman-temanku tapi audiences yang lain juga bahkan kumpulan cowok-cowok yang biasanya rada berisik. Bisa dihitung dengan jari berapa banyak film yang bisa bikin aku nangis. Dan untuk film Indonesia cuma film ini dan AADC yang berhasil menumpahkan airmata-airmata berhargaku..hehe :p. Tapi seriusan deh jarang banget ada film yang heart touching secara elegan kayak gini. Dua jempol buat akting para pemeran utamanya seperti Surya Saputra (Papanya Vino), Adipati Dolken(Vino), Maudy Ayunda (Mura). Akting Surya Saputra di sini benar-benar keren. Dia seorang ayah yang ayah banget.Bikin aku kangen ayahku. Adipati juga keren. Menurutku ini film terbaiknya Adipati, di film ini dia mature banget, terus terlihat ganteng banget dengan rambut semi gondrongnya. Karakternya bisa dibawa dengan sangat baik, rasanya puas banget ngeliat pembawaan karakternya, sesuai ekspektasi. Maudy Ayunda juga ga kalah bagus. Aku suka cantik, manja dan karakter kuat serta tabahnya. Dia emang pas banget dipasang sebagai pemeran Mura. Aku juga suka kostumnya yang girly, simple tapi tetap cantik.

Dari interval nilai 10-100, aku bakal dengan senang hati ngasih nilai 80. Harusnya bisa 90 sih, tapi aku rada kecewa sama endingnya yang menurutku terkesan buru-buru, sehingga sedikit menodai indahnya film ini.

Kisah film ini bermula dari kehidupan keluarga Vino, yang dulunya tajir kemudian bangkrut karena Papanya ditipu rekan bisnisnya. Keluarganya terpaksa pindah dari rumah mewah mereka ke kontrakan yang pas-pasan. Vino diberhentikan dari sekolah karena ga bisa bayar uang sekolah. Keluarganya mulai limbung, Mamanya ninggalin keluarganya. Adiknya Vino yang bernama Wina sakit, kakinya terluka yang kemudian membutuhkan pertolongan secepatnya, kalau ga cepat ditolong, kakinya bakal diamputasi. Vino dan Papanya pusing. Mereka ga punya uang. Terus datang seorang calo yang nawarin Vino buat donorin jantung ke klien si calo, yang mana bayarannya cukup buat bayar pengobatan Wina dan balikin rumah mereka yang dulu. Papanya jelas aja penasaran, si Vino dapet duit sebanyak itu dari mana. Ketika ditanyain, Vino dengan arogannya ga mau ngejelasin. Oya, emang dari awal Vino ga punya hubungan yang baik sama semua anggota keluarganya. Jadi dia terkesan ga punya rasa hormat sama Papanya.
Selama nungguin Wina di rumah sakit, Vino ketemu sama Mura. Dari situ mereka mulai akrab dan sering jalan bareng dan akhirnya jadian. Sampe akhirnya Vino tahu jantung yang bakal dia donorin ternyata buat Mura pacarnya sendiri. Dari sini Vino mulai dilema, dia ga mau ngeliat Mura pergi ninggalin kehidupannya terutama Papa Mura sendiri. Tapi Vino juga udah berjanji sama Mura kalo dia ga bakal ninggalin Mura.
Dari sini Vino mulai berubah, dia kembali berbaikan sama Papanya. Tapi yang bikin aku begitu menyukai film ini ga lain dari pengorbanan Papanya. Dia begitu sabar dan ikhlas menerima kehidupannya, dibangkangi anak sulungnya (Vino) , ditinggalkan istrinya karena beliau jatuh miskin, bahkan tidak diinginkan oleh anak bungsunya (Wina) yang malu memiliki seorang ayah yang berprofesi seebagai supir taksi. Beliau berusaha dalam diam untuk menghidupi keluarganya yang tersisa meskipun seadanya. Mungkin sekilas kita akan menganggap sang malaikatnya di sini adalah Vino, tapi menurutku the real angel is Vino’s Dad. Even though perjuangan Vino memang terlihat lebih banyak ketimbang Papanya, tapi pengorbanan Papanya lah yang paling terasa.

Ada kutipan kata-kata dari Vino untuk Papanya yang sangat aku sukai yaitu “Aku berusaha sendiri bukan karena aku mau menghilangkan rasa hormatku sama Papa, tapi aku semata ingin menjadi seorang lelaki. Lelaki seperti Papa yang menyimpan perih dan tangisnya untuk dirinya sendiri”. That's what I want from my future husband. Jaya terus film Indonesia :).